Rabu, 02 November 2011

Sarasehan Part 1

“Experience is the best teacher”.. sepenggal kalimat ini yang terpikir dalam otakku kali ini. Iya, ketika dalam hari pertama menuju Sarasehan (istilah kumpul/pertemuan/duduk bersama di kalangan “orang-orang tertentu”) Nasional di kampus perjuangan Gadjah Mada. Tepat hari jum’at tanggal 28 Oktober 2011/1 dzulhijjah 1432 H, jam 15.18WIB di atas kereta gerbong 5 dengan nomor kursi 13B, terlintas diotakku kata-kata tersebut. Kenapa? Iya, ketika itu aku terpikir bahwa banyak hal-hal baru yang aku dapatkan ketika aku melakukan setiap episode waktu yang diberikan Allah kepadaku.

 Tepat setelah pulang jum’atan yang diawali dengan pembekalan perut untuk menempuh perjalanan selama kurang lebih 7,5 jam (iya, dari jam 14.00-21.30) lamanya, aku menyiapkan segala apa yang menjadi keperluanku selama di sana. Setelah selesai membereskan semuanya, berangkatlah menuju stasiun Gubeng, salah satu stasiun utama yang ada di kota Pahlawan ini. Namun, sebelumnya mampir di sekpa (sekretariat putra anak JMMI-ITS) untuk berkumpul dengan tim yang akan berangkat ke jogja.
……………. Tidak perlu berlama-lama dah ceritanya..
Beberapa jam setelah menempuh perjalanan, akhirnya aku pun mulai menikmati perjalanan, karena hobiku yang senang travelling, maka aku harus mampu mendapatkan apa yang menjadi pelajaran di setiap perjalananku. Kali ini, perjalanan begitu berarti bagiku, banyak hal-hal yang lebih baru, lebih terkesan yang dapat menyentuhku (hati.red), yang menginspirasi, memberikan “total motivation” bagiku. Dalam kereta yang biasa diberikan julukan “pasar berjalan” tersebut seolah-olah memberikan arti dalam perjuangan hidup ini. Bahwa hidup ini tidak selamanya bisa dijalani dengan penuh kemulusan dan tanpa hambatan serta rintangan. Iya, kereta kelas ekskutif versi mahasiswa biasa tersebut sangat menggugah hatiku, yang telah mengingatkanku tentang begitu kerasnya perjuangan hidup rakyat kecil di tengah mewahnya hidup para pemimpin-pemimpin bangsa ini. Rakyat yang menghabiskan kucuran keringatnya untuk mendapatkan sesuap nasi demi menyambung hidupnya. Subhanallah, inilah yang selalu menjadi pengingatku bahwa hidup ini tak selama indah jika berorientasi pada kehidupan duniawi.
Sambil merenung dan menenggelamkan diri untuk mengambil ibrah ataupun manfaat dari setiap perjalanan ini, terlihat 3 orang dengan satu orang perwakan kurus, satu orangnya lagi memakai topi yang sudah terlihat lapuk serta satunya lagi memakai kaos oblong, sambil memainkan alat musiknya dan melantunkan setengah bait lagu yang dapat tertangkap olehku : “Aku tak kan berhenti menjaga dan menyayangimu hingga matahari jatuh ke hati.” Itulah sepotong lagu yang aku dengarkan. Ya, dengan bermodal beberapa alat musik, mereka berusaha untuk memberikan kenyamanan kepada semua penumpang kereta yang berada di setiap gerbongnya. Tak lama, beberapa detik kemudian, datang 2 orang yang kelihatannya sama, yaitu akan memberikan hiburan kepada penumpang kereta. Kedua orang tersebut adalah sosok ibu yang kelihatannya sudah berkepala 4 yang menggendong seorang bocah cilik yang dimilikinya, dengan memainkan ecek-ecek yang dia punya, dia juga mengharap ada imbalan dari setiap penumpang yang ia usaha hibur.
“malam-malam aku sendiri, tanpa dirimu lagi…” lagu ini sudah biasa terdengar olehku namun tidak begitu hapal, inilah sepenggal bait lagu yang dibawakan 4 remaja yang mengatakan dirinya adalah pengamen datang setelah kedua grup pengamen yang sebelumnya tadi. Subhanallah, remaja yang seumuranku, tengah berjuang keras untuk mendapatkan hak untuk hidupnya. Itulah yang terlintas dipikiranku saat itu. Belum lagi para pedagang asongan yang menjajakan dagangannya di sepanjang perjalanan, mulai dari jualan makanan, minuman, mainan, alat dapur, buku, tisu (yang paling lucu di sini, penjual tisu dengan merk garuda Indonesia, hingga aku berpikir, “ni kereta ekskutif ato pesawat garuda ya?”), perlengkapan sekolah serta masih banyak barang lainnya yang tidak bisa dituliskan di sini. Oleh sebab itulah, kereta ekskutif tersebut dikatakan pasar berjalan oleh sebagian orang.
Dari cerita di atas, diriku pribadi begitu tersentuh. Ketika apa yang aku dapatkan selama ini, ternyata belum orang lain dapatkan. Mungkin aku merasa kurang, tapi ternyata masih ada orang yang jauh kekurangan di banding aku. Hingga terpikir olehku, rakyat belum merdeka walaupun bangsa ini sudah merdeka.
Iya, kata-kata di atas, “Experience is the best teacher” begitu sangat benar adanya. Setiap aku melakukan perjalanan, selalu ada pelajaran yang mampu aku dapatkan. Tidak hanya sekedar pelajaran, tapi aku berusaha untuk mendapatkan apa jalan keluar dari pelajaran tersebut. Semoga kita bisa memberikan apa yang terbaik dan sepenuhnya kita lakukan untuk diri kita dan orang lain, terlebih orang yang mengharapkan pentingnya kepedulian kita terhadap mereka.
“Karena Aku Peduli”
@ 16.12 EA


Tidak ada komentar:

Posting Komentar