Tak terasa sudah hampir
setahun penuh berjalan perjalanan waktu ini. Hanya menunggu sisa – sisa hari
saja untuk menyambut kedatangan tahun baru Masehi 2013. Tepat di bulan Desember
ini berbagai konsep acara, ritual dan usaha lainnya dipersiapkan untuk
menyambut kedatangan malam pergantian tahun tersebut. Mulai dari pembuatan
trompet, kembang api, hingga bola – bola api yang spektakuler hanya untuk
memeriahkan beberapa detik pergantian tahun tersebut.
Namun, dari sisi lain terlihat
adanya keadaan yang berbeda cukup signifikan ketika terjadi pergantian tahun
Hijriah, yang tentunya tahun baru “kita” umat islam. Sepi terlihat ketika
pergantian malam tahun baru tersebut, bukan karena tidak adanya nuansa party untuk menyambut dan merayakannya,
namun lebih dari itu. Banyak dari kalangan kaum muslim tidak mengetahui kapan
datangnya pergantian tahun tersebut sehingga tidak ada kesadaran dan kesiapan
untuk menyambut kedatangannya. Nah, yang menjadi pertanyaan, kenapa hal
tersebut bisa terjadi? Ada apa dengan tahun baru masehi? Yang selalu
diagung-agungkan dan ditunggu-tunggu kedatangannya setiap tahun.
Melihat sejarah panjang
diadakannya perayaan tahun baru masehi, tentu kita sebagai umat muslim akan
berpikir ulang untuk merayakan malam pergantian tahun tersebut. Kenapa? Karena
banyak sejarah kelam yang bisa kita ketahui dibalik perayaan tersebut. Sejarah
yang mampu menghapus jejak – jejak islam yang tergantikan dengan ibadah –
ibadah ritual keagamaan para kaum kafur dan tentunya sangat bertentangan dengan
ajaran islam. Hal itu dimaksudkan agar kita terjebak oleh ketidaktahuan
sehingga akan menyebabkan kita terlempar ke dalam kesesatan.
Allah telah berfirman
dalam al-quran surat Al Israa’ ayat 36 yang berbunyi : “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan
diminta pertanggungjawabannya”. Ayat tersebut dipertegas kembali oleh sabda
Rasulullah saw yang mengatakan bahwasanya “Barang
siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.”
Oleh karenanya, kita
sebagai kaum muslim tentu harus ekstra waspada dengan adanya budaya yang belum
tentu kita ketahui sejarahnya.
Dalam buku The World
Encyclopedia pada tahun 1984, volume 14, halaman 237 tertulis :
“The Roman ruler Julius Caesar established January 1 as ew Years Day in
46 BC. The Romans dedicated this day to Janus, the god of gates, doors, and
beginning. The month of January was named after Janus, who had two faces – one
looking forward and the other looking backward.”
Begitulah kutipan dalam
buku tersebut, jika diterjemahkan ke dalam bahasa indonesianya “
“Penguasa Romawi,
Julius Caesar menetapkan 1 Januari sebagai hari permulaan tahun baru semenjak
abad ke 46 SM. Orang Romawi mempersembahkan hari ini (1 Januari) kepada Janus
(dewa segala gerbang, pintu – pintu, dan permulaan waktu). Bulan Januari
diambil dari nama Janus sendiri, yaitu dewa yang memiliki dua wajah, sebuah
wajahnya menghadap ke masa yang akan dating, dan sebuah wajahnya menghadap ke
masa lalu.”
Keputusan tersebut
terjadi ketika Julius Caesar dinobatkan sebagai seorang kaisar besar Roma. Ia
memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi tersebut dibantu oleh
seorang ahli astronom dari Iskandariyah dan dimana penanggalan tersebut
berpedoman pada revolusi matahari.
Satu
tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan
Caesar menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1
Januari. Caesar juga memerintahkan agar setiap empat tahun, satu hari
ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teoritis bisa menghindari
penyimpangan dalam kalender baru ini. Tidak lama sebelum Caesar terbunuh di
tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius
atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius
Caesar, Kaisar Augustus, menjadi bulan Agustus.
Perayaan
Tahun Baru, Identik dengan Ritual Keagamaan para Kaum Kafur
Tradisi perayaan tahun
baru Masehi sangat kental kaitannya dengan perayaan ritual keagamaan. Beberapa
negara bahkan sudah menjadi budaya tersendiri ketika malam pergantian tahun
terjadi setiap tahunnya. Misalnya saja negara – negara Kristen, Brazil, bangsa
Romawi, dan negara – negara umat kristiani lainnya.
Bulan Januari biasa
disebut bulannya Janus ditetapkan setelah bulan Desember dikarenakan Desember
adalah pusat Winter Soltice yaitu hari yang merupakan hari untuk menyembah
matahari ketika musim dingin. Pertengahan Winter Soltice sendiri jatuh pada
tanggal 25 Desember, dan inilah salah satu dari sekian banyak pengaruh Pagan
pada budaya Kristen selain penggunaan lambang salib. Sedangkan tanggal 1
Januari sendiri adalah seminggu setelah pertengahan Winter Soltice yang juga
termasuk dalam bagian ritual dan perayaan Winter Soltice dalam Paganisme.
Selain umat kristiani
pada umumnya, ritual keagamaan atau kepercayaan yang dilaksanakan pada tahun
baru juga dilakukan orang – orang Brazil. Pada detik – detik pergantian
malamya, mereka berbondong – bondong menuju menuju pantai lengkap dengan
pakaian putih bersih. Berbagai ritual dilakukan seperti menabur bunga di laut,
mengubur mangga, pepaya dan semangka di pasir pantai sebagai tanda penghormatan
terhadap dewa Lemanja (dewa laut yang terkenal dalam legenda Brazil).
Romawi kuno pun
merayakannya dengan saling menukar hadiah potongan dahan pohon suci (kadang
kacang, koin lapis emas lengkap dengan gambar Janus, dewa pintu dan semua
permulaan). Menurut sejarahnya, pelaksanaan ritual tersebut dilakukan Januari
karena Januari sendiri diambil dari nama dewa Janus tersebut yang bermuka dua
(satu menghadap ke depan dan satunya lagi menghadap ke belakang). Sebelumnya,
orang – orang Yunani juga menyembah sosok yang sama dengan nama dewa Chronos
(sejenis berhala). Hingga kini, kebudayaan mereka dimasukkan ke dalam budaya
kaum lainnya sehingga terkadang tanpa sadar kita sebagai umat muslim mengikuti
kebudayaan mereka.
Kaum Pagan (Paganisme)
sendiri biasanya merayakan tahun baru mereka (hari Janus) dengan mengitari api
unggun, menyalakan kembang api (seperti saat sekarang ini ketika terjadi
pergantian malam tahun baru), dan bernyanyi bersama. Kaum Pagan di beberapa
tempat di Eropa juga menandai datangnya tahun baru dengan memukul lonceng atau
meniup terompet. Hal serupa juga dilakukan oleh orang Persia yang beragama
Majusi (penyembah api) dan dikenal dengan hari Nairuz atau Nuruz.
hari raya Nairuz tersebut dijadikan sebagai hari
raya orang Persia dikarenakan raja mereka “Tumarat” wafat dan digantikan oleh
seorang bernama “Jamsyad”, yang ketika ia naik tahta ia erubah namanya dengan
nama “Nairuz” (Tahun baru) pada awal tahun. Kaum Majusi juga
meyakini bahwa pada tahun baru itulah tuhan menciptakan cahaya sehingga memiliki
kedudukan paling tinggi.
Dalam perayanya, kaum
Majusi menyalakan api dan mengagungkannya karena mereka adalah penyembah api.
Kemudian orang – orang berkumpul di jalan – jalan, halaman dan pantai, mereka
bercapur baur antara lelaki dan wanita, saling mengguyur dengan menggunakan
minuman keras. Mereka berteriak dan menari sepanjang malam. Orang – orang yang
tidak turut serta merayakan hari Nairuz tersebut
disiram dengan air bercampur kotoran dan semuanya dirayakan dengan kefasikan
dan kerusakan.
Sedangkan berbeda
dengan orang Jerman, mereka mempercayai adanya jaminan tidak akan kekurangan
pangan selama setahun penuh jika mereka makan sisa hidangan pesta perayaan
pergantian tahun.
Jika
mengaku Muslim, apa yang seharusnya dilakukan?
Kembali melihat
potongan ayat di atas, bahwa siapa saja yang mengikuti apa yang dilakukan suatu
kaum tanpa mempunyai pengetahuan tentangnya maka ia termasuk kaum tersebut.
Selain itu, pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya akan dimintai
pertanggungjawaban nantinya oleh Allah SWT.
Setelah mengetahui apa
yang ada di balik sejarah kelam perayaan tahun baru Masehi, tentunya orang yang
berilmu akan berpikir kembali apakah ia akan mengikuti budaya – budaya ritual
keagamaan yang sepenuhnya milik kaum kafur. Terlebih, jika kita sebagai kaum
muslimin tidak seharusnya turut ikut melakukan perayaan – perayaan penuh
hedonis tersebut. Karena sudah dijamin bahwasanya Allah akan membangkitkan
mereka bersama orang – orang kafir yang memeperingati hari Nairuz (tahun baru tersebut).
Turut merayakan tahun
baru tersebut bagi kaum muslim juga sudah berkontribusi aktif dalam menghapus
jejak – jejak sejarah islam yang hebat. Sementara melihat beberapa pecan
kebelakang, kita sudah melewati tahun baru Muharram dengan sepi tanpa gemuruh,
bahkan tidak sedikit yang mengetahui tahun baru Hijriah tersebut. Oleh sebab
itu, dengan tidak ikut merayakan pergantian malam tahun baru adalah sebuah
tindakan yang sangat luar biasa, karena berusaha untuk mempertahankan jejak –
jejak sejarah islam yang hebat tanpa dikotori oleh ritual sesat kaum kafur.
Sumber : berbagai sumber media islam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar