Senin, 24 Desember 2012

Mengenal Sejarah Kelam Perayaan Tahun Baru Masehi


Tak terasa sudah hampir setahun penuh berjalan perjalanan waktu ini. Hanya menunggu sisa – sisa hari saja untuk menyambut kedatangan tahun baru Masehi 2013. Tepat di bulan Desember ini berbagai konsep acara, ritual dan usaha lainnya dipersiapkan untuk menyambut kedatangan malam pergantian tahun tersebut. Mulai dari pembuatan trompet, kembang api, hingga bola – bola api yang spektakuler hanya untuk memeriahkan beberapa detik pergantian tahun tersebut.
Namun, dari sisi lain terlihat adanya keadaan yang berbeda cukup signifikan ketika terjadi pergantian tahun Hijriah, yang tentunya tahun baru “kita” umat islam. Sepi terlihat ketika pergantian malam tahun baru tersebut, bukan karena tidak adanya nuansa party untuk menyambut dan merayakannya, namun lebih dari itu. Banyak dari kalangan kaum muslim tidak mengetahui kapan datangnya pergantian tahun tersebut sehingga tidak ada kesadaran dan kesiapan untuk menyambut kedatangannya. Nah, yang menjadi pertanyaan, kenapa hal tersebut bisa terjadi? Ada apa dengan tahun baru masehi? Yang selalu diagung-agungkan dan ditunggu-tunggu kedatangannya setiap tahun.
Melihat sejarah panjang diadakannya perayaan tahun baru masehi, tentu kita sebagai umat muslim akan berpikir ulang untuk merayakan malam pergantian tahun tersebut. Kenapa? Karena banyak sejarah kelam yang bisa kita ketahui dibalik perayaan tersebut. Sejarah yang mampu menghapus jejak – jejak islam yang tergantikan dengan ibadah – ibadah ritual keagamaan para kaum kafur dan tentunya sangat bertentangan dengan ajaran islam. Hal itu dimaksudkan agar kita terjebak oleh ketidaktahuan sehingga akan menyebabkan kita terlempar ke dalam kesesatan.
Allah telah berfirman dalam al-quran surat Al Israa’ ayat 36 yang berbunyi : “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya”. Ayat tersebut dipertegas kembali oleh sabda Rasulullah saw yang mengatakan bahwasanya “Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.”
Oleh karenanya, kita sebagai kaum muslim tentu harus ekstra waspada dengan adanya budaya yang belum tentu kita ketahui sejarahnya.

Sejarah Penting datangnya Tahun Baru Masehi, 1 Januari

Dalam buku The World Encyclopedia pada tahun 1984, volume 14, halaman 237 tertulis :
The Roman ruler Julius Caesar established January 1 as ew Years Day in 46 BC. The Romans dedicated this day to Janus, the god of gates, doors, and beginning. The month of January was named after Janus, who had two faces – one looking forward and the other looking backward.
Begitulah kutipan dalam buku tersebut, jika diterjemahkan ke dalam bahasa indonesianya “
“Penguasa Romawi, Julius Caesar menetapkan 1 Januari sebagai hari permulaan tahun baru semenjak abad ke 46 SM. Orang Romawi mempersembahkan hari ini (1 Januari) kepada Janus (dewa segala gerbang, pintu – pintu, dan permulaan waktu). Bulan Januari diambil dari nama Janus sendiri, yaitu dewa yang memiliki dua wajah, sebuah wajahnya menghadap ke masa yang akan dating, dan sebuah wajahnya menghadap ke masa lalu.”
Keputusan tersebut terjadi ketika Julius Caesar dinobatkan sebagai seorang kaisar besar Roma. Ia memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi tersebut dibantu oleh seorang ahli astronom dari Iskandariyah dan dimana penanggalan tersebut berpedoman pada revolusi matahari.
Satu tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan Caesar menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1 Januari. Caesar juga memerintahkan agar setiap empat tahun, satu hari ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teoritis bisa menghindari penyimpangan dalam kalender baru ini. Tidak lama sebelum Caesar terbunuh di tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius Caesar, Kaisar Augustus, menjadi bulan Agustus.

Perayaan Tahun Baru, Identik dengan Ritual Keagamaan para Kaum Kafur

Tradisi perayaan tahun baru Masehi sangat kental kaitannya dengan perayaan ritual keagamaan. Beberapa negara bahkan sudah menjadi budaya tersendiri ketika malam pergantian tahun terjadi setiap tahunnya. Misalnya saja negara – negara Kristen, Brazil, bangsa Romawi, dan negara – negara umat kristiani lainnya.
Bulan Januari biasa disebut bulannya Janus ditetapkan setelah bulan Desember dikarenakan Desember adalah pusat Winter Soltice yaitu hari yang merupakan hari untuk menyembah matahari ketika musim dingin. Pertengahan Winter Soltice sendiri jatuh pada tanggal 25 Desember, dan inilah salah satu dari sekian banyak pengaruh Pagan pada budaya Kristen selain penggunaan lambang salib. Sedangkan tanggal 1 Januari sendiri adalah seminggu setelah pertengahan Winter Soltice yang juga termasuk dalam bagian ritual dan perayaan Winter Soltice dalam Paganisme.
Selain umat kristiani pada umumnya, ritual keagamaan atau kepercayaan yang dilaksanakan pada tahun baru juga dilakukan orang – orang Brazil. Pada detik – detik pergantian malamya, mereka berbondong – bondong menuju menuju pantai lengkap dengan pakaian putih bersih. Berbagai ritual dilakukan seperti menabur bunga di laut, mengubur mangga, pepaya dan semangka di pasir pantai sebagai tanda penghormatan terhadap dewa Lemanja (dewa laut yang terkenal dalam legenda Brazil).
Romawi kuno pun merayakannya dengan saling menukar hadiah potongan dahan pohon suci (kadang kacang, koin lapis emas lengkap dengan gambar Janus, dewa pintu dan semua permulaan). Menurut sejarahnya, pelaksanaan ritual tersebut dilakukan Januari karena Januari sendiri diambil dari nama dewa Janus tersebut yang bermuka dua (satu menghadap ke depan dan satunya lagi menghadap ke belakang). Sebelumnya, orang – orang Yunani juga menyembah sosok yang sama dengan nama dewa Chronos (sejenis berhala). Hingga kini, kebudayaan mereka dimasukkan ke dalam budaya kaum lainnya sehingga terkadang tanpa sadar kita sebagai umat muslim mengikuti kebudayaan mereka.
Kaum Pagan (Paganisme) sendiri biasanya merayakan tahun baru mereka (hari Janus) dengan mengitari api unggun, menyalakan kembang api (seperti saat sekarang ini ketika terjadi pergantian malam tahun baru), dan bernyanyi bersama. Kaum Pagan di beberapa tempat di Eropa juga menandai datangnya tahun baru dengan memukul lonceng atau meniup terompet. Hal serupa juga dilakukan oleh orang Persia yang beragama Majusi (penyembah api) dan dikenal dengan hari Nairuz atau Nuruz.
hari raya Nairuz tersebut dijadikan sebagai hari raya orang Persia dikarenakan raja mereka “Tumarat” wafat dan digantikan oleh seorang bernama “Jamsyad”, yang ketika ia naik tahta ia erubah namanya dengan nama “Nairuz” (Tahun baru) pada awal tahun. Kaum Majusi juga meyakini bahwa pada tahun baru itulah tuhan menciptakan cahaya sehingga memiliki kedudukan paling tinggi.
Dalam perayanya, kaum Majusi menyalakan api dan mengagungkannya karena mereka adalah penyembah api. Kemudian orang – orang berkumpul di jalan – jalan, halaman dan pantai, mereka bercapur baur antara lelaki dan wanita, saling mengguyur dengan menggunakan minuman keras. Mereka berteriak dan menari sepanjang malam. Orang – orang yang tidak turut serta merayakan hari Nairuz tersebut disiram dengan air bercampur kotoran dan semuanya dirayakan dengan kefasikan dan kerusakan.
Sedangkan berbeda dengan orang Jerman, mereka mempercayai adanya jaminan tidak akan kekurangan pangan selama setahun penuh jika mereka makan sisa hidangan pesta perayaan pergantian tahun.

Jika mengaku Muslim, apa yang seharusnya dilakukan?

Kembali melihat potongan ayat di atas, bahwa siapa saja yang mengikuti apa yang dilakukan suatu kaum tanpa mempunyai pengetahuan tentangnya maka ia termasuk kaum tersebut. Selain itu, pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya akan dimintai pertanggungjawaban nantinya oleh Allah SWT.
Setelah mengetahui apa yang ada di balik sejarah kelam perayaan tahun baru Masehi, tentunya orang yang berilmu akan berpikir kembali apakah ia akan mengikuti budaya – budaya ritual keagamaan yang sepenuhnya milik kaum kafur. Terlebih, jika kita sebagai kaum muslimin tidak seharusnya turut ikut melakukan perayaan – perayaan penuh hedonis tersebut. Karena sudah dijamin bahwasanya Allah akan membangkitkan mereka bersama orang – orang kafir yang memeperingati hari Nairuz (tahun baru tersebut).
Turut merayakan tahun baru tersebut bagi kaum muslim juga sudah berkontribusi aktif dalam menghapus jejak – jejak sejarah islam yang hebat. Sementara melihat beberapa pecan kebelakang, kita sudah melewati tahun baru Muharram dengan sepi tanpa gemuruh, bahkan tidak sedikit yang mengetahui tahun baru Hijriah tersebut. Oleh sebab itu, dengan tidak ikut merayakan pergantian malam tahun baru adalah sebuah tindakan yang sangat luar biasa, karena berusaha untuk mempertahankan jejak – jejak sejarah islam yang hebat tanpa dikotori oleh ritual sesat kaum kafur.

Sumber : berbagai sumber media islam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar