Sabtu, 23 April 2011

Meneladani Kesabaran Ibrahim

Bismillah..
Dengan menyebut nama agung-Mu ya Rabb
Saya awali catatan singkat ini dengan mengucap rasa syukur Alhamdulillah, karena pagi ini Allah masih memberikan begitu banyak nikmatnya kepada saya pribadi, sehingga masih diberikan kesempatan untuk mencboba menebar kebaikan. Insyaallah

Seperti catatan paling atas, ya meneladani kesabaran Ibrahim? Kenapa harus Ibrahim?
Ya, Nabi Ibrahim adalah salah satu nabi dari 25 Nabi yang patut diteladani.
Tahukah kita sahabat ketika masih kecil, nabi Ibrahim dengan penuh perjuangan mencari siapa tuhannya? Kenapa dia ada di dunia ini? Siapa yang menciptakan alam semesta dan seisinya ini?
Itulah beberapa pertanyaan yang ada pada diri seorang Ibrahim kecil?
Hingga hari-harinya dihabiskan untuk mencari sang pencipta alam semesta ini.

Dia melihat bulan, inikah tuhanku? Ya, inilah tuhanku. Namun, ketika bulan tersebut hilang dari peraduaannya. Tidak, dia bukan tuhanku.
Dia melihat matahari, inikah tuhanku? Ya, inilah tuhanku. Namun ternyata ketika sang mentari tenggelam di upuk barat, dia berkata “tidak, dia bukan tuhanku.”
Hingga terus mencari sampat ke bukit Tsur, Mesir. Ia terus mencari Tuhannya.

Itulah sedikit cerita singkat Ibrahim kecil ketika ia bersabar dan terus mencari tuhannya yang sesungguhnya.

Namun ternyata, perjuangan dan berkat kesabarannya tersebut, akhirnya ia mendapatkan apa yang ia cari selama itu, ternyata ia menemukan sosok tuhan yang tidak mempunyai bentuk tapi masih bisa dirasakan keadaanya dengan melihat berbagai ciptaan-Nya. Itulah awal mula Ibrahim memulai jejak hidupnya sebagai hamba pilihan Allah SWT.

Tahukah kita sahabat, ketika Ibrahim sudah terpilih menjadi hamba Allah yang akan menyebarkan islam ini? Ya, ketika sudah berumur dan menjadi pendamping siti Hajar, ia berpikir bahwa sampai saat ini, aku sudah lama hidup mendua bersama bidadari duniaku ini. Aku belum mempunyai seorang titisan yang akan melanjutkan perjuanganku ini? Siapa ya Allah yang akan meneruskan risalah mulia ini? Siapa, siapa ya Allah?

Itulah pertanyaan Ibrahim kepada Allah, yaitu pada intinya dia belum mempunyai seorang anak yang meneruskan dakwahnya.

Sejak memikirkan hal tersebut, Ibrahim terus berdoa kepada Allah untuk diberikan keturunan yang shaleh dan menjadi hamba pilihan seperti dirinya. Ia terus beroa, dari hari perhari, minggu perminggu, bulan perbulan, hingga tahun pertahun tak henti-hentinya ia meminta kepada Allah.
Namun, setelah sekian lama ia berdoa, ia berpikir, kenapa tidak ada jawaban atas doa yang dipanjatkan tersebut, apakah Allah tidak akan mengabulkan pertolongannku? Hingga rambut berubanpun doa panjatan nabi Ibrahim belum juga terjawab. Hingga hampir saja Ibrahim pasrah tidak akan diberikan keturunan.

Tapi, tidak sahabat. Ternyata doa yang sekian lama dilapadzkan Ibrahim tidak sia-sia, Allah mengabulkan permintaannya itu? Dan subhanallah, tahukah kita anak yang akan menjadi penerus nabi Ibrahim?
Ya, Ismail, dialah sosok penerus risalah dakwah ini dan menjadi salah satu hamba istimewa Allah SWT.

Kemudian apa yang terjadi ketika ismail sudah terlahir ke dunia? Di umurnya yang masih relatif membutuhkan kasih sayang seorang Ayah “Ibrahim”, ketika sang ayah baru saja mendapatkan kebahagiaan yang selama ini diharap-harapkan, ia kembali mendapat perintah dari Allah SWT untuk berhijrah ke negeri nan jauh untuk berdakwah. Ia harus meninggalkan si buah hati yang menjadi titsan kasih sayangnya tersebut. Tapi, Ibrahim tidak bisa mengelak, karena amanah dakwah tersebut harus dijalankan.

Hari berganti hari hingga tahun berganti tahun Ibrahim meninggalkan kedua orang yang dcintai, Siti Hajar dan Ibrahim. Tidak ada alat komunikasi, HP, internet, surat pos, telegram dan alat komunikasi lainnya yang dapat mengobati kerinduan Ibrahim kepada keduanya. Yang ada hanyalah kontak hati yang saling merindukan antara ketiganya.
Hingga Ismailpun tumbuh manjadi anak yang sholeh seperti yang menjadi idaman Ibrahim, akhirnya tugas dakwah tersebut habis tempo. Ia pun sangat luar biasa bersyukur atas kesempatannya untuk pulang ke rumah dan menemui kedua harta berharganya tersebut.

Hingga ia sampai ke sebuah gubuk kecil dengan terlenta-lenta setelah menjalani perjalanan bermil-mil, tapi itu tidak menjadi hambatan nabi Ibrahim untuk menemui sang buah hati.
Melihat buah hati yang sudah tumbuh besar, ia pun mendekap sang anak dengan penuh haru dan syukur.

Apa yang selanjutnya terjadi sahabat?
Belum puas kegembiraan Ibrahim atas kesempatannya untuk berbagi kasih bersama sang anak, masih dalam keadaan senang bermain dengan si anak, ia pun kembali mendapat perintah dari Rabb-Nya. Ia mendapat perintah itu melalui mimpi-mimpinya selama ini. Ia bermimpi menyembelih si anak, ini yang menjadi tanda tanya besar pada diri Ibrahim? Apa iya Allah memerintahkan aku menyembelih si buah hati? Apa yang menjadi alas an Allah memerintahkan hamba untuk menjalankan perintah ini? Itulah tanda tanya pada diri Ibrahim.

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar” (Q.S Ash Shaaffaat)

Itu sahabat, sedikit kutipan cerita singkat perjalanan seorang Ibrahim yang penuh dengan kesabaran dalam menjalankan setiap amanah yang diemban dari Allah SWT. Namun, karena semua itu ia mendapatkan hal yang sangat luar biasa, yang patut kita teladani. KESABARAN, itulah kuncinya. Ketika Ibrahim mendapatkan tugas-tugas tersebut, ia menjalaninya dengan penuh kesabaran dan keikhlasan.

Sahabat,,
Masih mampukah kita mengeluh terhadap apa yang telah menjadi amanah kita saat ini?
Apa yang menjadi tugas risalah dakwah ini?
Yang jika dibandingkan dengan tugas Ibrahim, tugas kita hanya bagaikan buih di lautan yang tidak mempunyai arti apa-apa.

Ketika kita mendapatkan amanah dakwah, kita terlalu sering mengeluh, aku tidak sanggup, aku tidak mampu, aku belum siap, aku belum pantas, dan alas an lainnya.
Cobalah kita berusaha untuk menerima amanah tersebut dengan penuh keikhlasan dan kesabaran. Niscaya kita akan menemui arti sesungguhnya dari sabar.

Man Sabara Zhafira, siapa yang bersabar, ia akan mendapatkannya..

Mari sahabat, kita berusaha untuk menerima amanah ini dengan penuh kesabaran dan keikhlasan.

Semoga bermanfaat..

MEH..
23 April 2011
19 Jummadil Awwal 1432

Tidak ada komentar:

Posting Komentar