Kamis, 26 Mei 2011

Termasuk di Manakah Aku?


Ini sedikit berbagi cerita lewat beberapa refrensi ilmu yang telah saya dapatkan. Menceritakan diri seorang hamba yang telah dipanggil Allah lebih dulu. Ya, Sang Maha berkehendak telah menghendaki si Fulan untuk merasakan perbedaan dimensi ruang dan waktu. Si Fulan telah mati karena termakan usia.

Ketika itu, di suatu keadaan dimana keadaan itu sangatlah luar biasa panasnya, terlihat terik matahari yang tidak jauh dari atas kepala. Sungguh luar biasa panasnya, hingga menyengat ke tulang belulang tubuh yang terselimut daging. Itulah dimana keadaan manusia dikumpulkan di padang mahsyar, tempat untuk menanti hasil keputusan dimana diri manusia akan ditempatkan, “di syurga atau di nerakakah?”

Di tengah penantian itu, si Fulan turut serta untuk menunggu keputusan dari Ilahi Rabbi kepada setiap manusia. Keadaan dimana detak jantung manusia memacu kerja jantung ekstra cepat. Puluhan hingga ratusan kali detak permenit karena begitu amat beratnya pengumumann dari setiap amal perbuatan manusia ini. Terlebih, itu adalah hasil dari keputusan yang seadil-adilnya.

Apa yang terjadi kepada si Fulan? Inilah suatu penantian yang ditunggunya ketika selama berdiri di padang mahsyar untuk mendengar keputusan tersebut. Kebanggan tersendiri yang ia rasakan untuk segera mendengar deretan nama yang akan diumumkan bahwa siapa yang akan tergolong orang-orang yang menikmati kenikmatan syurga dan golongan orang-orang yang akan menikmati dahsyatnya azab neraka. Naudzubillah min zalik.

Akhirnya, keputusan itupun telah datang dan Rabb mengumumkan pemenang petangguh-petangguh dan pejuang agama Allah selama hidup di dunia. Terdapat di deretan pertama adalah sosok yang sudah tidak asing lagi namanya di kalangan semua umat manusia, sosok yang ketauladannya sangat patut diikuti. Ya, dia-lah ta’dib rabbani  (didikan Allah) sebagai pembawa risalah di muka bumi dan membawa cahaya kebenaran di hamparan bumi ini. Dia-lah Rasulullah saw yang telah dijanjikan Allah sebagai orang pertama yang akan membuka pintu syurga-Nya.

Deretan kedua, terlihat 10 orang sahabat yang sudah dijamin masuk syurga “Assabiquunal Awwaluun”. Kemudian diikuti Fatimah Az Zahra yang dengan senyum manisnya karena dialah kaum hawa yang pertama kali mencium firdausnya Allah. Terlihat juga sekelompok para keluarga dan sahabat serta kaum muhajirin dan anshar turut dalam memasuki pintu syurga.

Si Fulan dengan penuh harapan akan namanya segera terpanggil untuk mengikuti jejak-jejak para rasul dan pengikutnya tersebut. Hatinya kini semakin berdebar kencang ingin segera memasuki pintu syurga dengan mengingat amal perbuatan, sedekahny selama di dunia yang menurutnya sudah maksimal ia kerjakan.

Namun, apa yang terjadi kawan? Ia keheranan saat melihat rombongan anak yatim yang ada di sekeliling rumahnya berlarian mengejar pintu jannah (syurga). Ia baru tersadar, mereka adalah anak yatim yang ada di samping rumahku, yang setiap harinya mereka kelaparan karena kekurangan nasi, sedangkan saya dalam keseharian berlimpah makanan sehingga terbuang secara percuma.

Tak lama lagi, ia melihat sosok pak tua yang sering berjualan mie di samping sekolah yang tidak jauh dari rumahnya ikut mengikuti gerombolan anak yatim itu. Ya, sosok pak tua yang tidak lulus SD itu selalu mencari nafkah untuk istri dan anaknya dengan penuh keikhlasan, walaupun tidak jarang ia sendiri kelaparan. Itu ia lakukan hanya ingin membahagaikan istri dan anaknya yang masih bersekolah.

Beberapa selang kemudian, dengan tak putus ucapan Alhamdulillah, sosok ibu tua yang selalu menajajakan pecelnya di depan rumah juga turut serta dalam deretan nama yang disebut Allah. Dialah sosok wanita tua yang selalu mendapat lontaran kata maaf dariku karena tidak membeli dagangannya. Ya, sosok yang tidak pernah sakit hati walaupun selalu ditolak, namun ia selalu ikhlas dengan keadaan itu dan tidak sedikitpun kata dendam yang ada pada dirinya.

Murid-murid pengajian serta jamaah si Fulan pun dengan bergerombolan memasuki pintu syurga. Mereka yang selalu setia mendengarkan ceramah si Fulan. Mereka adalah pendengar yang perlu diteladani kawan, mereka selalu ikhlas dalam “mencari”.  

Dengan perasaan detak jantung serta harapan besar namanya akan dipanggil, ia bertanya-tanya. Kenapa orang-orang yang semasa di dunia tidak jauh lebih baik daripadaku lebih mendahului aku masuk syurga? Padahal, dakwah setiap hari aku lakukan, sedekah, ibadah serta amalan lainnya selalu terpenuhi. Kenapa deretan nama saya belum juga terpanggil. Ia penuh keheranan.

Di tengah keheranannya itu, sosok lelaki yang berada di sampingnya tiba-tiba menyahut kepadanya. Iya Fulan, terus saja sebut amal perbuatanmu ketika masih di dunia. Ketahuilah, sosok pak tua itu jauh lebih baik darimu, ia berkorban demi anak dan istrinya. Ya, demi kebahagiaan orang-orang sekitarnya. Begitu juga dengan sosok ibu tua tersebut, ia selalu ikhlas menerima lontaran kata-katamu setiap hari dan tidak pernah menyimpan rasa dendam sedikitpun kepadamu. Begitu juga dengan anak-anak kecil dan jamaah shalat yang setiap hari engkau ceramahi tersebut. Mereka dengan khusyuk dan berkelakuan sebaik mungkin serta menjadi pendengar yang baik dari apa yang telah kamu sampaikan kepada mereka. Mereka kemudian mengamalkannya. Namun, bagaimana dengan engkau? Engkau tidak mau tahu dengan apa yang telah kamu sampaikan tersebut? Dengan apa yang kamu dakwahi tersebut. Kamu yang memberikan ilmu, namun kamu sendiri tidak mengamalkan ilmu tersebut. Engkau hanya bisa sebagai pembicara yang baik, tapi kamu tidak mau menjadi pendengar yang baik.

Ibadahmu bukan untuk Allah, tapi semata untuk kepentinganmu mendapatkan syurga Allah, sadakahmu sebatas untuk memeperjelas status sosial, dibalik bantuanmu tersimpan keinginan mendapatkan penghargaan, dan dakwah yang kamu lakukan hanya berbekas untuk orang lain, tidak untukmu. Sambung sosok lelaki yang berwajah cerah tersebut.

Kemudian sosok si Fulan terdiam mendengar kata-kata lelaki tersebut dan tersadar. Bahwa dirinya memang tidak jauh lebih baik dari penilaiannya selama ini. Jantungnya pun semakin berdebar kencang mendengar perkataan tadi. Kini perasaannya untuk masuk deretan nama yang terpanggil masuk syurga tadi berubah. Karena namanya belum juga dipanggil. Sehingga ia penuh kekhawatiran dan berkata, “termasuk dimanakah aku?”

Si Fulan tersentak dari tempat berbaringnya dan tersadar bahwa yang dia rasakan tersebut adalah merupakan teguran dari Allah lewat mimpi-mimpinya.
Semoga dengan cerita di atas, kita bisa mengambil ibrahnya, kita tidak terlalu cepat menyimpulkan kadar ibadah seseorang di mata kita. Karena belum tentu orang yang kita anggap mungkin lebih rendah di hadapan kita, ternyata mereka lebih tinggi derajatnya di sisi Allah swt.

Semoga bermanfaat kawan…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar